Menakar Arah Demokrasi Paska Putusan MK 135 BAWASLU Agam Hadirkan Komisi II DPR RI dan Pakar Hukum Tatanegara

IMG_20250811_204945-scaled.jpg

Lubuk Basung, RUBLIKANESIA– “Demokrasi yang baik diraih melalui proses pemilu yang berintegritas dan menghasilkan pemimpin yang berkualitas.” Hal ini disampaikan Vifner, Anggota Bawaslu Provinsi Sumatera Barat dalam pembukaan kegiatan diskusi publik Bawaslu Agam, pada Senin (11/08) di Hotel Sakura Syariah, Lubuk Basung.

Bertemakan “Rekonstruksi Kewenangan Bawaslu Dalam Pengawasan dan Penegakan Hukum Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi 135” Bawaslu Agam mengajak berdiskusi terkait putusan MK tentang pemisahan Pemilu lokal dan nasional. Bawaslu melalui kegiatan ini memberi ruang dengar pendapat terkait implikasi Putusan MK dari sudut pandang pakar hukum tata negara,pakar politik dan aktivis demokrasi serta pemangku kebijakan publik.

Diskusi ini menghadirkan 3 narasumber pakar hukum tatanegara Dr. Khairul Fahmi, SH. MH , pakar ilmu politik dan Aktivis kepemiluan Andri Rusta, S.IP, M.PP dan Aidil Aulya, SH.I, Narasumber dari pemerhati pemilu yaitu Syafrida Rachmawati Rasahan, SH, MH serta ketua Komisi II DPR RI yang di wakili oleh Koordinator Tenaga Ahli Komisi II DPR RI, Abrar Amir, M.AP.

Bawaslu sebagai sebuah lembaga wajib menjalankan kebijakan karena bersifat final dan mengikat. Namun, penting juga untuk mendengar pendapat dan keinginan publik dalam merumuskan kebijakan sehingga terwujudnya tata laksana pemilihan umum yang lebih baik lagi di Indonesia. Senada dengan hal ini Suhendra, Ketua Bawaslu Agam mengatakan kegiatan yang turut mengundang Forkopimda, Organisasi Kemasyarakatan Pemuda, tokoh masyarakat, dan pegiat pemilu ini diadakan dalam rangka mewujudkan demokrasi substansial yang memberi ruang pada partisipasi rakyat, keadilan elektoral, dan tegaknya hukum.

Vifner mengemukakan tujuan untuk meningkatkan kualitas pemilu, “Tahun 2024 Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah dilakukan pada tahun yang sama. Evaluasi berjenjang sebagai bahan perbaikan untuk penyelenggaraan pemilu tidak sempat dilakukan karena telah berbenturan dengan tahapan pilkada. Pemisahan pemilu lokal dan nasional dapat memberi interval waktu sehingga seluruh tahapan yang dibutuhkan penyelenggara pemilu dapat dilakukan dengan lebih matang.”

Diketahui dalam putusan MK 135 terdapat beberapa poin pertimbangan Mahkamah Konstitusi yaitu tenggelamnya isu daerah, pelemahan kelembagaan partai politik, kualitas penyelenggaraan pemilu, dan kejenuhan pemilih karena pemilu dan pilkada dilaksanakan dalam tahun yang sama. MK memutuskan untuk memisah pemilu lokal dan pemilu nasional sehingga pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, Gubenur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota dilaksanakan dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau Presiden/Wakil Presiden.

Khairul fahmi pakar hukum tatanegara menyampaikan bahwa keputusan MK 135 di tinjau dari segala aspek adalah bentuk kemajuan Demokrasi dan solusi terbaik dalam pelaksanaan sistem pemilu kedepannya ini dapat mengurangi beban bagi peserta dan penyelengara pemilu dan meningkatkan partisipasi pemilih
senda dengan Khairul Fahmi Aidil Aulia dan Andri Rusta juga menyampaikan hal yang sama dan tidak ada alasan bagi pemangku kebijakan untuk tidak melaksanakan keputusan MK tersebut karena keputusan MK adalah final dan mengikat tinggal merumuskan peraturan pendukung sistem pelaksanaannya.
Koordinator tenaga ahli Komisi II DPR RI Abrar Amir menyampaikan Komisi II DPR RI sebagai dapurnya Demokrasi Indonesia tengah melakukan kajian yang mendalam tentang perbaikan sistem pemilu kedepan nya sistem pemilu ini adalah hal yang sangat krusial dalam berbangsa dan bernegara tentunya angota DPR sebagai lembaga yudikatif akan merumuskan keputusan terbaik untuk kemajuan demokrasi dan kehidupan berbangsa dan negara kedepannya

Bedah Putusan MK 135 melalui kegiatan diskusi publik Bawaslu Agam diharapkan dapat meningkatkan pemahaman atas dinamika pemilu yang dihadapi, melibatkan pengawasan partisipatif masyarakat, serta untuk menemukan langkah terbaik demi terwujudnya demokrasi di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

scroll to top