Foto : ilustrasi
Bojonegoro – Menjelang keberangkatan jemaah haji tahun 1446 H/2025, proses pengadaan armada bus pengangkut jemaah calon haji asal Kabupaten Bojonegoro kembali menuai sorotan. Dugaan praktik tidak transparan mencuat seiring dominasi penyedia jasa transportasi dari luar daerah, tepatnya travel asal Sidoarjo, yang disebut-sebut kembali mendapat kepercayaan tanpa melalui proses terbuka.
Padahal, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro sejak tahun 2015 telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2015, yang mengatur pemberian biaya transportasi bagi jemaah haji sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah daerah dalam penyelenggaraan rukun Islam kelima tersebut.
Namun, pelaku usaha travel lokal mempertanyakan mengapa pengadaan armada kembali jatuh ke penyedia lama dari luar daerah. “Informasinya, pengadaan armada haji tetap diberikan kepada penyedia dari luar daerah, yaitu travel lama asal Sidoarjo,” ungkap seorang pelaku usaha lokal, Minggu (11/5/2025).
Situasi ini menimbulkan dugaan kuat adanya praktik monopoli dan pengabaian prinsip transparansi dalam pengadaan. Praktik semacam ini dinilai bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang telah diperbarui, serta Peraturan Lembaga LKPP Nomor 9 Tahun 2021 tentang Toko Daring dan Katalog Elektronik. Kedua regulasi tersebut secara tegas mendorong penggunaan e-katalog demi efisiensi dan akuntabilitas.
Sayangnya, hingga berita ini diturunkan, Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Bojonegoro dan Bagian Kesejahteraan Rakyat Setda Kabupaten Bojonegoro memilih bungkam saat diminta klarifikasi terkait dugaan monopoli pengadaan armada haji tersebut.
Minimnya transparansi ini memicu kekecewaan sejumlah pihak, terutama pelaku usaha lokal yang merasa tak diberi kesempatan bersaing secara adil. Warga pun mendesak agar pengadaan tahun ini diaudit secara menyeluruh dan terbuka, agar dana publik yang digunakan benar-benar dikelola secara bertanggung jawab. (Red)