Puluhan Warga Desa Brengkok Dicoret dari Daftar Penerima Bantuan Sosial, Tanpa Alasan Jelas

IMG-20250228-WA0061.jpg

LAMONGAN – Puluhan warga miskin di Desa Brengkok, Kecamatan Brondong, Lamongan, Jawa Timur, tiba-tiba kehilangan akses terhadap bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) atau Sembako sejak tahun 2022.

Tanpa alasan yang jelas, mereka dicoret dari daftar penerima manfaat, sementara warga yang dianggap lebih mampu justru masih menikmati bantuan tersebut.

Ulul Azmi, salah satu warga terdampak, mengaku dirinya dan sang ibu tidak lagi menerima manfaat PKH dan BPNT sejak 2022. Padahal, mereka masih masuk kategori keluarga kurang mampu.

“Saya menerima PKH sejak 2007, lalu di tahun 2022 tiba-tiba dicoret. Awalnya masih dapat dua kali, setelah itu hilang sama sekali,” ujar Ulul warga Dusun Pambon, Desa Brengkok.

Ulul sudah berupaya mencari kejelasan dengan bertanya langsung kepada Kepala Desa Brengkok. Namun, jawaban yang didapat justru terkesan meremehkan.

“Pak Kades cuma bilang, ‘Awakmu wis tau oleh ae kok’ (Kamu sudah pernah dapat, ya sudah). Tidak ada penjelasan kenapa saya dan ibu dihapus,” kata Ulul kesal mengutip jawaban dari Kades Brengkok.

Lebih mengejutkan lagi, pendamping PKH di desa tersebut justru melempar kesalahan ke pihak agen penyalur dan/supplier.

“Sampean wis gak oleh maneh kui akal-akalane agen (Kamu tidak bisa menerima manfaat itu karena rekayasa dari agen),” ujarnya mengutip jawaban pendamping PKH bernama Affan.

Bantuan Hilang, Warga Makin Sulit

Ulul bukan satu-satunya korban. Menurutnya, ada sekitar 49 warga Desa Brengkok lainnya yang mengalami nasib serupa. “Di Dusun Pambon saja ada sekitar 20 orang yang dicoret, sisanya warga Dusun Cumpleng,” katanya.

Sebelum dinonaktifkan, Ulul menerima manfaat PKH sebesar Rp 1,5 juta untuk tiga anak setiap tiga bulan. Namun pada pencairan terakhir di 2022, jumlahnya menyusut menjadi Rp 1,125 juta.

“Yang saya herankan, bantuan BPNT yang biasanya berupa sembako senilai Rp 200 ribu juga mendadak dihentikan,” ucapnya.

Keanehan lain muncul ketika warga mencoba mengambil bantuan sembako dalam bentuk uang tunai sesuai kebijakan terbaru Kementerian Sosial (Kemensos). Justru setelah itu, mereka langsung dicoret dari daftar penerima manfaat.

“Kami masih berhak dapat bantuan, tapi malah dihapus. Sementara ada tetangga yang ekonominya lebih baik, sampai sekarang masih nerima,” tuturnya heran.

Upaya warga untuk mendapatkan kembali haknya juga menemui jalan buntu. “Kami sudah disurvei ulang, tapi hampir setahun tidak ada realisasi,” katanya.

Harapan ke Presiden dan Bupati

Kini, Ulul dan puluhan warga lainnya hanya bisa berharap kepada pemerintah pusat dan daerah untuk bertindak adil. “Kami mohon kepada Bapak Bupati Lamongan dan Bapak Presiden Prabowo, tolong perhatikan kami. Kami benar-benar membutuhkan bantuan ini,” pintanya.

Sejak dicoret dari daftar PKH dan BPNT, warga hanya menerima beras 10 kg dari desa. Tidak ada bantuan lain, termasuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari Dana Desa. “Selain beras 10 kg, nggak dapat apa-apa,” ujar Ulul.

Pendamping Tuduh Dinsos Lamongan

Sementara itu, pendamping PKH tingkat desa di Kecamatan Brondong, Khairil Affan menyebut keputusan pencoretan puluhan warga tersebut bukan berasal dari Kepala Desa, Operator Desa maupun pihaknya.

“Keputusan menidaklayakkan 49 warga tersebut dilakukan oleh Pemkab Lamongan. Jadi bukan desa maupun pendamping PKH, tapi Pemkab (Dinas Sosial Lamongan),” ujar Affan.

Secara terpisah, Kepala Dinas Sosial Lamongan (Dinsos Lamongan) Farah Damayanti mengatakan, pernyataan yang disampaikan pendamping tersebut terkait penidaklayakan warga untuk memperoleh manfaat PKH dan BPNT itu tidak benar.

“Dinsos tidak akan pernah menidaklayakkan tanpa sepengetahuan Kades. Karena semua usul dan penidaklayakan harus melalui Musdes (musyawarah desa) dan disertai akurat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang ditanda tangani Kades/Lurah,” tutur Farah. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

scroll to top