BOJONEGORO – Aroma tak sedap kembali tercium dari proses pengisian perangkat desa (Perades) di Kabupaten Bojonegoro. Di awal tahun 2025 ini, Desa Pomahan, Kecamatan Baureno, menjadi sorotan lantaran proses pengisian dua formasi jabatan—Kepala Dusun dan Kaur Tata Usaha dan Umum—dihantui dugaan praktik kotor dan ketidaksiapan panitia.
Informasi yang diperoleh media, mencuat dugaan adanya jual beli jabatan dalam proses seleksi ini. Lebih jauh lagi, nama calon yang bakal lolos bahkan disebut-sebut telah “dipesan” sejak awal melalui kesepakatan tersembunyi.
“Sudah jadi rahasia umum, bahkan nama-nama yang bakal lolos sudah dibisikkan duluan. Ini mencederai keadilan dan transparansi,” ungkap salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya, Selasa (22/4/2025).
Kisruh tak berhenti sampai di situ. Proses kerja sama dengan pihak kampus sebagai penyusun soal ujian sempat terganjal. Menurut sumber yang sama, rektor perguruan tinggi yang ditunjuk sempat menolak lantaran terjadi kesalahan teknis dalam penunjukan fakultas pembuat soal. Akibatnya, Memorandum of Understanding (MoU) harus diubah dan fakultas pembuat soal diganti.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar di tengah masyarakat tentang keseriusan dan profesionalitas panitia, dalam hal ini Tim Pengisian Perangkat Desa (TPPD) Pomahan.
Upaya konfirmasi kepada Kepala Desa Pomahan, Khairulliswati, tidak membuahkan hasil. Pesan terkirim dengan tanda centang satu di aplikasi WhatsApp.
Ketua TPPD Pomahan, Warsono, membenarkan bahwa terdapat dua formasi yang diperebutkan oleh total 11 peserta, termasuk 3 peserta dari luar desa. Ujian seleksi akan dilaksanakan pada Kamis (24/4/2025) di SMAN 1 Baureno menggunakan sistem Computer Assisted Test (CAT).
“Ujian akan berlangsung selama 100 menit, dengan 100 soal. Sistem CAT dipilih agar proses seleksi lebih transparan dan kredibel,” ujar Warsono yang juga menjabat sebagai Kepala Dusun di desa tersebut.
Namun, transparansi yang dijanjikan panitia justru dipertanyakan publik, setelah Warsono enggan mengungkap identitas kampus penyusun soal ujian. “Untuk menjaga kerahasiaan, pihak ketiga baru akan kami umumkan pada pagi hari sebelum pelaksanaan ujian,” kilahnya.
Kondisi ini mencerminkan persoalan klasik yang nyaris selalu muncul dalam setiap proses rekrutmen perangkat desa di berbagai wilayah. Dugaan praktik kecurangan seolah menjadi bagian tak terpisahkan, namun selalu sulit dibuktikan secara hukum.
Apakah seleksi kali ini akan kembali mengukuhkan praktik transaksional dalam birokrasi tingkat desa? Waktu yang akan menjawab. (TIM)