BOJONEGORO – Kegaduhan soal pupuk bersubsidi di wilayah Kabupaten Bojonegoro masih berlangsung hingga saat ini, adapun hal krusial yang muncul adalah dugaan pelanggaran harga penjualan.
Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, sejumlah kios di Kecamatan Kanor dikabarkan telah menjual di atas harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Seperti yang dituliskan oleh salah satu media online, bahwa sejumlah petani mengaku membeli pupuk subsidi dengan harga yang tidak wajar, seperti urea mencapai Rp 150 ribu per karung sedangkan HET resmi hanya sekitar Rp 112.500 tergantung jenis dan ukuran.
Salah satu pemilik kios mengungkapkan, bahwa harga pupuk di Kanor telah ditetapkan melalui kesepakatan antar-kios (Paguyuban), untuk urea Rp 130 ribu, phonska Rp 135 ribu dan organik Rp 40 ribu. Namun hingga berita ini ditayangkan, Ketua Paguyuban Kios Pupuk wilayah Kanor, Sumali belum dapat dikonfirmasi perihal kebenaran kabar yang beredar tersebut.
Sementara itu, Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Pertanian Kecamatan Kanor, Ririn saat dikonfirmasi dan dimintai tanggapan oleh pewarta berkaitan ihwal diatas, ponsel yang bersangkutan juga sedang tidak aktif.
Di sisi lain, semua hal diatas telah menuai sorotan tajam dari beberapa pihak, para pelaku kios dianggap nekad menabrak regulasi HET demi keuntungan pribadi. sedangkan, PPL sebagai pembina di wilayah dinilai justru diam dan melakukan pembiaran.
Untuk diketahui, praktik penjualan pupuk subsidi di atas HET bukan sekadar pelanggaran administratif. Merujuk Pasal 2 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, penyimpangan distribusi bantuan negara, termasuk pupuk subsidi, dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Pelakunya terancam hukuman penjara hingga 20 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar. (TIM)