Kontroversi Pembangunan Gedung TK di Lamongan Dari Dana Pokir, Status Tanah Dipertanyakan

IMG-20241004-WA0062.jpg

LAMONGAN – Pembangunan Gedung TK Muslimat NU Masyaul Huda di Desa Guci, Kecamatan Karanggeneng, Kabupaten Lamongan, yang didanai melalui dana aspirasi anggota DPRD Provinsi Jawa Timur (Jasmas atau Pokir), tengah menjadi sorotan publik.

Proyek yang mengandalkan uang negara ini memunculkan sejumlah pertanyaan terkait transparansi penggunaan anggaran, kepentingan pribadi, dan legalitas status tanah yang digunakan.

Salah satu poin utama yang memicu keprihatinan adalah status tanah yang dipilih untuk pembangunan gedung tersebut. Tanah yang dijadikan lokasi proyek ternyata tercatat atas nama pribadi Kuniah, istri dari Zainuri, seorang perangkat desa setempat.

Tanah ini bukan atas nama lembaga yang seharusnya menjadi penerima manfaat, yang seharusnya memastikan proyek ini untuk kepentingan umum.

“Tanah yang digunakan untuk gedung itu atas nama pribadi Kuniah istri Zainuri, bukan atas nama lembaga,” ungkap salah satu sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan. (19/12/2024).

Sumber tersebut juga menambahkan, penggunaan tanah pribadi untuk proyek berbasis publik ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan patut dipertanyakan mengingat dana yang digunakan berasal dari anggaran negara.

Proyek yang direncanakan dengan niat baik untuk pendidikan anak-anak di desa tersebut kini dicemari dengan kecurigaan tentang transparansi dan akuntabilitas.

Ketika dikonfirmasi mengenai status tanah yang digunakan, Zainuri, yang diduga terlibat dalam proyek tersebut, memilih bungkam dan tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. Hal ini semakin memperburuk dugaan adanya ketidakberesan dalam proses pembangunan tersebut.

Tak hanya itu, kontroversi ini semakin panas setelah upaya media untuk mengonfirmasi masalah ini kepada Kodrat Sunyoto, anggota DPRD Provinsi Jawa Timur dari Partai Golkar, yang terlibat dalam pencairan dana tersebut. Kodrat Sunyoto tidak merespons pesan WhatsApp yang dikirimkan oleh awak media, bahkan memilih untuk memblokir nomor yang digunakan tanpa memberikan klarifikasi atau penjelasan apapun.

Keengganan para pihak yang terlibat untuk memberikan penjelasan menambah ketidakpastian dan kekhawatiran publik terhadap proyek ini. Masyarakat pun berhak menuntut transparansi mengenai bagaimana dana negara digunakan dan apakah proyek ini benar-benar untuk kepentingan masyarakat atau malah berpotensi menguntungkan pihak-pihak tertentu.

Kontroversi ini harus segera mendapat perhatian serius dari aparat hukum dan pihak-pihak terkait agar tidak semakin menambah ketidakpercayaan publik terhadap pengelolaan dana publik dan implementasi proyek-proyek pembangunan yang seharusnya berpihak pada kepentingan rakyat.(Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

scroll to top