Penasehat Hukum Nashir : Kami Agak Sedikit Kecewa Dengan Sistem Pengelolaan Hukum Adat Di Parenggean

Penasehat Hukum Nashir Hayatul Islam

PALANGKA RAYA-Permasalahan atas adanya tindakan sanksi adat yang dialami oleh Hendrik Faisal Siburian, dengan seorang Damang Kepala Adat Parenggean Puja Guntara hingga saat ini terus berjalan.

Belakangan Hendrik Faisal Siburian merasa keberatan atas sanksi adat yang diterimanya, membuat dirinya mencari perlindungan agar masalah yang ia hadapi bisa diselesaikan.

Melalui Penasehat Hukum Nashir Hayatul Islam mengatakan, perlu diketahui bahwa sidang adat yang ada di Parenggean itu sebenarnya saya sebagai panasehat hukum Hendrik Faisal Siburian agak sedikit kecewa dengan sistem pengelolaan hukum adat yang ada di Parenggean.

“Karena tidak sesuai dengan prosedur hukum adat yang ada, pertama beliau mengirimkan undangan tanpa adanya tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam sidang adat, karena biasanya kalau tahapan sidang adat itu adanya mediasi, tahapan klarifikasi kemudian baru sidang adat,”ucapnya.

Sedangkan ini tidak ada salinan putusan adatnya, tiba-tiba diundang ke rumahnya klaen kami langsung diputus harus membayar jipen.

“Oleh sebab itu kemarin juga kami juga sudah mengirimkan surat laporan ke Bupati Sampit, ketua DAD Kotawaringin Timur, untuk mengadukan hal ini karena jangan sampai banyak korban yang menjadi korban di Parenggean cuma gara-gara masalah sepele kenapa tiba-tiba sidang adat yang tidak ada hubungannya dengan hukum adat yang berlaku di wilayah setempat,”tambahnya.

Terkait langkah-langkah yang diambil atas adanya sanksi adat jipen sendiri, yang pasti sudah mengirim surat jawaban terhadap damangnya sendiri dan juga sudah ditembuskan ke Bupati Sampit, ke Ketua DAD Kotawaringin Timur dan Ketua DAD Provinsi ini ada hukum ada yang kurang tepat sebenarnya, karena kenapa langsung sidang adat tanpa ada surat tembusan kepada damang atau mantir-mantir setempat.

“Selain itu kami juga berharap pihak terkait dalam hal ini DAD Provinsi, bisa ditegur oknum-oknum yang menggunakan adat untuk memeras warga karena jangan sampai mohon maaf mereka menggunakan hukum adat tetapi untuk menarik duit masyarakat, hal seperti ini bisa mencoreng adat kita sebenarnya hukum adat itu wajib kita taati, wajib kita patuhi tapi kalau caranya untuk memeras warga itu saya tidak suka,”ungkapnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

scroll to top